Beranda | Artikel
Petunjuk Nabi dalam Menyikapi Orang yang Berbuat Dosa (Bag. 4)
13 jam lalu

Sebelumnya sudah disebutkan kisah Maiz radhiyallahu ‘anhu dalam bagian pertama seri ini. Namun, masih banyak faidah yang dapat disarikan dari kisah Maiz radhiyallahu ‘anhu, khususnya dalam menyikapi perbuatan dosa seorang hamba. Beberapa faidah tersebut di antaranya:

Pertama: Tidak mengorek aib pendosa

Tatkala mendapatkan pengakuan Maiz, Rasulullah ﷺ tidak langsung menghukumi, meskipun Rasul sudah memiliki dugaan kuat bahwa Maiz telah melakukan sebuah dosa yang sangat besar. Hal ini terlihat dari beberapa indikasi:

1) Berulang kalinya Maiz menyampaikan permintaan kepada Nabi ﷺ, “Sucikan aku!”

2) Wajah yang gelisah;

3) Suaranya yang menunjukkan kekhawatiran.

Namun, berulang kali Nabi ﷺ menyuruhnya pulang dan bertobat kepada Allah ﷻ. Nabi ﷺ tidak bertanya apa yang terjadi kecuali karena sudah berulang kali Maiz meminta hal tersebut. Ini adalah petunjuk Nabi ﷺ agar seseorang itu tidak membongkar aibnya dan cukuplah bertobat kepada Allah ﷻ atas dosa yang Allah tutupi. Juga ini menjadi teladan untuk tidak bersemangat membongkar aib kaum muslimin, meskipun ada celah untuk melakukannya.

Hal ini jelas menyelisihi sikap sebagian orang yang kepo dengan urusan dosa manusia tanpa ada kepentingan. Dia bukanlah seorang hakim atau penyidik yang berkewajiban untuk melakukan penelaahan kasus, tetapi sibuk mendetailkan dosa dan aib manusia. Mungkin sebagian kita pernah menjadi tempat curhat orang lain yang terkadang menyingkap aibnya. Maka, dalam rangka meneladani Nabi ﷺ, janganlah kita menambah singkapan itu sehingga terbukalah semua keburukannya. Jika ada satu pintu yang terbuka, jangan membuka pintu lainnya. Bahkan yang terbaik adalah berusaha menutupinya.

Kedua: Menutupi aib pendosa adalah sunah Nabi ﷺ

Nabi ﷺ meneladankan sikap ini secara langsung kepada sahabat Hazzal Al-Aslami radhiyallahu ‘anhu. Dalam sebagian riwayat, Hazzal radhiyallahu ‘anhu dijelaskan sebagai orang yang mendorong Maiz untuk mengakui perbuatan zinanya kepada Nabi ﷺ. Mengetahui hal ini, Nabi ﷺ pun memberikan nasihat yang indah kepada Hazzal radhiyallahu ‘anhu,

وَاللهِ! يَا ‏هَزَّالُ لَوْ كُنْتَ سَتَرْتَهُ بِثَوْبِكَ كَانَ خَيْرًا مِمَّا صَنَعْتَ بِهِ

“Demi Allah, wahai Hazzal, andai kau menutupinya dengan bajumu, tentu lebih baik dari apa yang kau perbuat terhadapnya.” (HR. Abu Dawud no. 4377 dan Ahmad no. 21945, dinilai shahih sanadnya oleh Syuaib Al-Arnauth)

Hazzal sebetulnya berniat baik ketika menyuruh Maiz menemui Nabi ﷺ dan mengakui dosa zinanya. Tujuan Hazzal adalah agar Maiz mendapatkan jalan keluar dari dosanya, sebagaimana yang dinukilkan Nuaim bin Hazzal saat meriwayatkan kisah ini,

ائْتِ رسولَ اللهِ ﷺ فأخبِرْه بما صَنَعتَ؛ لعلَّه يَستغفِرُ لك، وإنَّما يُريدُ بذلك رَجاءَ أنْ يَكونَ له مَخرجٌ

“Pergilah kepada Rasulullah ﷺ dan katakan kepadanya apa yang telah kamu lakukan; mungkin dia akan memohonkan ampunan untukmu. Dia (Hazzal) hanya ingin melakukan itu dengan harapan akan ada jalan keluar baginya.” (HR. Abu Dawud no. 4419)

Namun, tujuan baik tersebut ternyata kurang bersesuaian dengan sunah Nabi ﷺ. Justru sebaliknya, mendorong seorang untuk menutupi aibnya adalah hal yang disunahkan. Perintah Nabi ﷺ kepada Hazzal tersebut justru menunjukkan bahwa menutupi aib adalah perkara yang lebih utama,

فقالَ له رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ هذا القَولَ مُبَيِّنًا له أنَّ سَترَه علَيه كان أَفْضَلَ وأَولى به، وإذا كان سَترُ المُسلِمِ على المُسلِمِ مَنْدوبًا إليه مَرْغوبًا فيه فسَتْرُ المَرْءِ على نَفْسِه أَولى به، وعلَيه التَّوبةُ ممَّا وَقَعَ فيه

Nabi ﷺ berkata demikian untuk menjelaskan bahwa menutupi aib lebih afdhal dan lebih utama. Jika menutupi aib sesama muslim dianjurkan dan dimotivasi, maka menutupi aib pribadi lebih utama lagi dan hendaknya ia bertaubat dengannya. (https://dorar.net/hadith/sharh/150118)

Ketiga: At-tatsabbut dan at-tabayyun untuk dapat membebaskan atau meringankan dari hukuman hadd

Dalam kisah Maiz, Nabi ﷺ berkali-kali berpaling dari Maiz sampai empat kali. Hal ini menunjukkan Nabi ﷺ melakukan tatsabbut. Nabi ﷺ juga mengkonfirmasi pernyataan ini dengan beberapa pertanyaan semisal:

1) Apakah Maiz sadar?

2) Apakah Maiz pikirannya terganggu?

3) Apakah Maiz minum khamr?

Pertanyaan ini dilontarkan kepada orang-orang yang mengenal Maiz di saat itu untuk mengkonfirmasi atas keadaan Maiz. Nabi ﷺ juga melakukan konfirmasi lainnya, yakni terbebasnya syubhat dari Maiz. Jangan-jangan hanya mencium, memegang, atau memandang. Hal ini ditanyakan karena terdapat hadits Nabi ﷺ,

إِنَّ اللهَ كَتَبَ عَلَى ابْنِ ‏آدَمَ حَظَّهُ مِنَ الزِّنَا أَدْرَكَ ذَلِكَ لَا مَحَالَةَ؛ فَزِنَا الْعَيْنِ النَّظَرُ، وَزِنَا اللِّسَانِ المَنْطِقُ، وَالنَّفْسُ تَمَنَّى وَتَشْتَهِي، وَالْفَرْجُ يُصَدِّقُ ذَلِكَ كُلَّهُ وَيُكَذِّبُهُ

“Sesungguhnya manusia itu telah ditentukan nasib perzinaannya yang tidak mustahil dan pasti akan dijalaninya. Zina kedua mata adalah melihat, zina lidah adalah berbicara, dan jiwa berkeinginan dan berangan-angan, sedangkan semua itu akan ditindak lanjuti atau ditolak oleh kemaluan.” (HR. Bukhari no. 6243 dan Muslim no. 2657)

Nabi ﷺ dan para sahabat khawatir Maiz salah paham dengan hadis ini. Karena perzinaan yang dimaksudkan dalam hadis ini tidaklah dihukum hadd, kecuali yang berlaku timba masuk ke dalam sumur. Namun, semua pertanyaan ini dijawab dengan kenyataan bahwa ia benar-benar berzina dan sadar melakukannya.

Tidak sampai disitu, setelah terbukti bahwa Maiz berzina, Nabi ﷺ mencari celah agar Maiz dapat ringan hukumannya. Yakni Nabi ﷺ bertanya apakah Maiz perjaka ataukah sudah menikah. Namun, jawabannya adalah Maiz sudah menikah. Maka, hukuman hadd itu mau tak mau pun dilakukan.

Keempat: Penegakan hukum hadd adalah jalan terakhir

Dari sikap yang ditunjukkan Nabi ﷺ, maka hukum hadd adalah jalan terakhir bagi seorang muslim. Hendaknya seseorang bertobat dan menyimpan aibnya bagi dirinya sendiri. Begitu pula dengan orang lain yang mengetahui bahwa telah terjadi dosa, maka diserukanlah untuk bertobat kepada pelakunya dan jagalah aibnya. Namun, bukan berarti sebagai umat Islam kita melalaikan penegakan hukum hadd karena terdapat hikmah besar dalam penegakannya. Semoga Allah ﷻ memberikan kejayaan bagi kaum muslimin dengan tegaknya di sisi kita.

Kelima: Bencilah perbuatannya dan jangan membenci orangnya

Selama beberapa hari setelah hukum rajam ditegakkan kepada Maiz, para sahabat memperbincangkan hal ini. Ada yang berpendapat bahwa Maiz wafat dan terhapus dosanya karena menjalani hadd dengan ikhlas dan ada yang berpendapat Maiz sudah bertobat dengan tobat yang luar biasa. Kurang lebih selama tiga hari orang-orang membahasnya. Atas keramaian ini, Rasulullah ﷺ datang dan memintakan ampunan atas Maiz.

لَقَدْ تَابَ تَوْبَةً لَوْ قُسِمَتْ بَيْنَ أُمَّةٍ لَوَسِعَتْهُمْ

“Ia bertobat dengan tobat yang jika dibagi antara suatu kaum, maka itu sudah cukup bagi mereka.” (HR. Muslim no. 1695)

Prof. Dr. Raghib As-Sirjani menjelaskan,

إنه مع كراهيته الشديدة للفعل، ومع تهيه المستمر للناس أن يفعلوا مثلما فعل ماعز، ومع تحذيره من تكرار الأمر، مع كل ذلك لا يتردد رسول الله ﷺ أن يُعلن أمام الناس جميعا أن الله عز وجل قد غفر الماعز خطيئته !

“Beliau sangat membenci perbuatan itu dan selalu melarang orang melakukan apa yang dilakukan Ma’iz. Meskipun demikian, beliau tak ragu mengumumkan kepada seluruh manusia bahwa Allah Ta’ala telah mengampuni dosa Maiz.” (Ar-Rahmah fi Hayatir Rasul, hal. 125)

Terlihat bahwasanya dalam menyikapi perbuatan dosa orang, Nabi ﷺ tidak didorong oleh hawa nafsunya untuk menghakimi. Inilah keindahan akhlak Nabi ﷺ yang dilahirkan dari sikap rahmatnya kepada sesama manusia. Dan benarlah Allah ﷻ telah menjadikan kesempurnaan teladan ada pada sisi Nabi ﷺ. Hendaknya kita mengambil jalan dari akhlak yang telah diteladankan Nabi ﷺ kepada kita semua. Wallahu Ta’ala a’lam.

[Bersambung]

Kembali ke bagian 3

***

Penulis: Glenshah Fauzi

Artikel Muslim.or.id

 

Referensi:

  • Ar-Rahmah fi Hayatir Rasulillah, Prof. Dr. Raghib As-Sirjani.
  • Nabi Sang Penyayang, Prof. Dr. Raghib As-Sirjani, terj. Mohd. Suri Sudahri, S.Pd.I. dan Rony Nugroho, Pustaka Al-Kautsar.

Artikel asli: https://muslim.or.id/107706-petunjuk-nabi-dalam-menyikapi-orang-yang-berbuat-dosa-bag-4.html